
Sejumlah truk hilir mudik mengangkut tanah di area penambangan dari lokasi penambangan galian C di RT VII Dusun Dukuh Seloharjo, Pundong. (Zakki Mubarok/Radar Jogja Online)
RADARJOGJA.CO.ID – Ironis. Itulah yang terjadi pada pembangunan infrastruktur jalan di Kabupaten Bantul. Bagaimana tidak, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) seolah tidak berdaya menghadapi aktivitas penambangan yang berujung pada kerusakan ruas Jalan Nambangan-Geger. Padahal, praktik penambangan di RT VII Dusun Dukuh, Seloharjo, Pundong yang telah berjalan sebulan ini ilegal.
Belakangan, para penambang dikabarkan bersedia memperbaiki seluruh kerusakan ruas jalan akibat lalu-lalang truk pengangkut material tanah uruk. “Kami meminta pertanggungjawaban kepada siapa kalau nggak berizin?,” dalih Kabid Bina Marga DPUPKP Bantul Yudho Wibowo, Selasa (21/2).
Kondisi ini jauh berbeda dengan aktivitas penambangan legal. Biasanya, DPUP-ESDM DIJ selaku instansi yang mengeluarkan izin pertambangan bakal berkoordinasi dengan pemkab. Itu untuk merembuk berbagai dampak kerusakan yang ditimbulkan.
Sekaligus membicarakan solusinya. Termasuk di antaranya siapa yang bertanggungjawab atas kerusakan ruas jalan dan infrastruktur lain. “Kalau jalan rusak ini lho (penambang) yang bertanggung jawab,” ucapnya.
Menurut Yudho, pelimpahan penerbitan izin pertambangan ke Pemprov DIJ memang membawa sejumlah dampak. Salah satunya, pemkab tidak dapat menindak menindak penambang ilegal. Alasannya, kewenangan apapun berada di tangan Pemprov.
Meskipun lokasi penambangan berada di wilayah kabupaten. Kendati begitu, DPUPKP tetap mengambil tindakan. Yudho berencana meninjau lokasi tambang dengan melibatkan anggota Satpol PP. Untuk mencari tahu pihak yang bertanggungjawab atas penanganan dampak kerusakan ini ada kepastian.
Kepala DPUPKP Bobot Ariffi ‘Aidin menambahkan kapasitas jalan yang menjadi jalur tambang tersebut hanya sanggup dilintasi kendaraan bermuatan maksimal 8 ton. Namun, truk yang melintas ruas jalan tersebut setiap harinya bertonase sekitar 10- 15 ton. Tak pelak, jalan yang baru setahun diperbaiki rusak lagi.
Keluhan Yudho sebenarnya telah terjawab oleh pernyataan Kepala Dinas PUP dan ESDM DIJ Rani Sjamsinarsi menyikapi penambangan pasir liar di wilayah Sleman akhir Januari. (Radar Jogja, 11/1).
Dikatakan, pemkab bisa menindak praktik penambangan ilegal dari sudut pandang lain. Yakni berbekal Undang-Undang Lingkungan Hidup.
“Meski sudah ada pengalihan kewenangan pengelolaan pertambangan dari pemkab ke provinsi bukan berarti penegakan hukum pelanggaran penambangan hanya menjadi tanggung jawab Dinas PUP & ESDM DIJ,” tegasnya.
Menurutnya, selain berpegang pada UU Lingkungan Hidup, pemkab bisa menindak penambang liar dengan Undang-Undang Tata Ruang. Itu jika penambangan dilakukan selain di daerah pertambangan.
“Kami mengawasi (penambangan) yang sudah berizin saja masih kekurangan orang. Jadi bersama-samalah. Karena soal tambang bukan kewenangan kami thok. Itu yang belum banyak dipahami,” tandas Rani.
Terkait legalitas penambangan, dirinya menegaskan, Dinas PUP & ESDM bukan satu-satunya penentu terbitnya izin. “Kalau di daratan, kewenangannya oleh kabupaten dan kota. Tapi jika di sungai tugas Badan Lingkungan Hidup provinsi,” katanya. (zam/yog/mar)